Powered By Blogger

SELAMAT DATANG

Thanks sobat telah berkunjung ke blog yang sederhana ini ,Semoga bermanfaat

Minggu, 07 Maret 2010

Islamic Book Fair 2010



Islamic book fair (IBF) ke-9 yang di gelar di istora senayan Jakarta, 5-14 maret 2010 adalah pameran yang di tunggu-tunggu seluruh stakeholders perbukuan islam. Mulai dari penerbit, penulis, distributor, dan tentunya masyarakat pecinta buku-buku islam. Islamic book fair tidak hanya pameran buku islam terbesar di Indonesia tetapi juga terbesar diAsia tenggara. Pada hari sabtu (6 maret 2010) saya berkesempatan berkunjung ke IBF, Ini kali kedua saya berkunjung ke pesta buku islam tersebut. Ada yang berbeda pada penyelenggaran IBF tahun ini, pada tahun ini pihak panitia menyediakan dua tenda yang cukup nyaman di depan gedung pameran yang mampu menampung sekitar 70 stan tambahan sehingga jumlah keselurahan stan pada tahun ini meningkat menjadi sekitar 350 stan, hal ini tentunaya semakin memanjakan para pengunjung karena lebih banyak pilihan yang dapat pengunjung manfaatkan. Tidak hanya pameran buku yang ada di IBF namun juga terdapat berbagai acara yang menarik mulai dari seminar, bedah buku, pentas seni islami dll.bagi anda yang juga senang berbelannja produk-produk muslim lainnya anda dapat brekunjung ke lantai dua, disana terdapat stan-stan yang menjual beragam busana muslim dan aksesoris muslim lainnya, pokoknya komplit deh.

Di salah satu stan buku

Oh iya sedikit tips dari saya, bagi anda yang mau mendapatkan buku-buku murah dengan diskon sampai 70% datanglah pada hari terakhir pameran karena bisa dipastikan seluruh stan akan ‘cuci gudang’ di hari itu, akibatnya pengunjung pun membludak pada hari terakhir dan suasananya jadi mirip suasana swalayan menjelang hari raya. Namun bagi anda yang tidak mau berdesak-desakan di hari terakhir, berkunjunglah pada hari biasa pameran, pengalaman saya di hari biasa pun sudah ada beberapa penerbit yang memberikan diskon sampai 70%. Selamat berkunjung dan perluas ilmu dan wawasan dengan membaca buku.

Jumat, 05 Maret 2010

Resensi Buku : Bung Karno Menggugat !


Judul Buku : Bung Karno Menggugat : Dari Marhaen, CIA, Pembantaian Massal ’65 hingga G30S
Penulis : Dr. Baskara T, Wardaya, SJ
Penerbit : Galangpress

Dengan Lengsernya rezim orde baru dan Indonesia memasuki era reformasi ,tak dapat di pungkiri minat masyarakat untuk kembali membaca dan mengkaji sejarah terasa semakin meningkat. Hal tersebut ditandai dengan maraknya berbagai seminar, diskusi dan terbitnya buku-buku yang bertemakan sejarah yang ditulis dari berbagai perspektif dan tafsir yang berbeda. Bila pada zaman orde baru, penulisan sejarah banyak di susupi oleh kepentingan penguasa - dengan cara mengurangi, menutup-nutupi atau menambahkan suatu fakta sejarah, sehingga menjadi bias dan subjektif - agar kekuasaanya mendapatkan legitimasi historis. Maka pada era reformasi ini para sejarawan ataupun masyarakat yang mempunyai minat dalam melakukan pelurusan sejarah mencoba menulis ulang sejarah.

Presiden pertama Republik Indonesia, Sukarno yang lebih akrab di panggil Bung Karno adalah salah satu tokoh yang mendapatkan porsi yang tidak tepat dalam penulisan sejarah pada masa orde baru. Hal Ini dapat dikarenakan orde baru di istilahkan (dalam buku sejarah saat itu )sebagai “koreksi total” atas kebikjan Orde lama di bawah kepemimpinan sukarno. Maka sejarah yang tidak utuh tentang Bung karno di tampilkan kepada masyarakat. Akibatnya, masyarakat yang terlanjur percaya dengan pembodohan dan distorsi sejarah oleh orde baru bersikap apriori terhadap tokoh ini . Sebaliknya bagi pendukung dan pengagumnya, Sukarno diibaratkan sebagai tokoh tanpa cacat dan merupakan personifikasi dari Ratu adil yang akan membawa kemenangan bagi bangsanya seperti yang pernah diramalkan oleh Jayabaya. Akibatnya, sosok sukarno di penuhi berbagai mitos, terutama di kalangan masyarakat jawa saat itu yang senang mengkomsumsi dan memproduksi cerita-cerita magis dan diluar logika. Dua kutub yang bersebarangan ini membuat sejarah sukarno menjadi kabur, ironisnya pemikiran-pemikiran dari sukarno dari berbagai masa, dari masa muda hingga menjelang Turun dari jabatan Presiden tidak tergali dengan baik.

Ditengah hausnya masyarakat tentang penulisan sejarah khususnya sejarah sukarno yang lebih mendekati objektifitas dan di tulis tanpa kepentingan penguasa, buku ini hadir di tengah-tengah kita untuk menjawab kehausan itu. Buku yang berjudul Bung Karno menggugat seolah ingin menggugat fakta-fakta sejarah yang dikubur selama orde baru. Melalui buku ini kita tidak hanya di ajak membicarakan Sukarno sebagai tokoh besar, tetapi juga diundang melihat dan mendengarkan bagaimana Sukarno berbicara dan bertindak pada setiap kondisi zaman yang di laluinya. Dengan melalui Bung karno sebagai fokus sekaligus benang merah, buku ini berusaha “menggugat” kembali narasi penguasa yang telah terlanjur beredar mengenai berbagai peristiwa dan gagasan penting sejak zaman pergerakan hinnga zaman kemerdekaan Indonesia. Hasilnya bukan hanya paparan yang berbeda dengan paparan yang biasa kita dengar., melainkan juga rangsangan untuk mengembangkan wawasan dan berpikir lebih kreatif dan komprehensif.
Tulisan –tulisan di dalam buku ini salah satu tujuannya adalah mengajak kita untuk belajar dari sikap Sukarno, tidak hanya sikap Sukarno yang benar dan berjasa pada bangsa yang sangat dicintainya namun juga belajar dari kesalahan sikap dan kebijakan ketika Ia berkuasa. Karena sebai bangsa yang menghargai para pendahulu, kita tidak ingin apa yang dilakukan oleh Bung Karno dan tokoh –tokoh Founding Father lainnya hanya menjadi fakta dan romantisme masa silam yang mati dan tak memiliki arti sama sekali. Kita ingin memberi makna pada apa yang mereka lakukan sehinga semuanya menjadi “hidup kembali” dan memiliki arti pembelajaran bagi kita sekarang. Pokok bahasan yang menjadi tema utama di dalam buku ini diantaranya adalah, perbandingan pemikiran-pemikiran Sukarno muda dan Sukarno Tua ; Sukarno dalam kaitannya dengan tragedi tahun 1965; corak kepemimpinan Sukarno dibandingkan dengan kepemimpinan Suharto ; peran asing dalam dinamika politik Indonesia (dalam konstelasi perang dingin antara blok Barat dengan Blok timur)dibawah pimpinan Sukarno; serta konsekuensi dari semua itu atas pemahaman kita terhadap sejarah Indonesia. Semunya disampaikan dalam gaya bertutur yang akademik dan ilmiah namun tetap mudah dicerna oleh khalayak umum, sehingga banyak memberi informasi sekaligus perspektif lain dari Sukarno

Rabu, 03 Maret 2010

My Name is Khan

a
Rizvan Khan adalah seorang muslim yang di lahirkan di India, ia mempunyai seorang ibu yang selalu mengajarkan nilai-nilai kebaikan, cinta kasih dan kemanusian tanpa memandang latar belakang suku, warna kulit dan keyakinan. Rizvan sejak masa kecil mengalami Asperges syndrome, yakni suatu ketakutan yang berlebih terhadap lingkungan baru, kebisingan (suara keras), dan warna kuning. Tingkah aneh lainnya adalah Rizvan terlihat tidak bisa Fokus menatap lawan bicaranya, mata dan mulutnya tidak terkoordinasi dengan baik dan sering kali ia mengulang-ngulang kalimat yang di ucapkannya. Sehingga kesan orang aneh pun melekat pada diri Rizvan Khan
Namun di balik kekurangannya itu, ia adalah anak yang pintar dan selalu melakukan hal-hal kebaikan. Ibunya selalu memberi Sebuah nasehat : “Orang-orang baik selalu melakukan kebaikan” Nasehat itulah yang akan selalu memandu Khan dalam menjalankan kehidupan. Rizvan mempunyai adik yang bernama Rizu yang tidak terlalu suka denga nya. Berbeda dengan Rizvan, Rizu tidak mengalami kelainan Ia normal seperti biasa, hal inilah yang membuat Rizu lebih sukses dari pada kakak nya. Setelah dewasa sang adik pindah ke Amerika serikat, la bekerja dan menetap disana, sementara Rizvan tetap tinggal di India menjaga Ibunya. Namum keadaan itu berubah saat ibunya meninggal, dan akhirnya Rizvan memutuskan untuk pergi Ke Amerika serikat mengikuti jejak adiknya .Di sinilah perjalanan Rizvan Khan di mulai…

Setibanya di Negara Paman sam, Rizvan mendapatkan suasana baru. ia tinggal bersama dirumah adiknya yang telah menikah dengan seorang muslimah berhijab asal Amerika. Pekerjaan Rizvan sebagai sales produk kencantikan Wanita, membawanya bertemu dengan Mandira (diperankan oleh kajol), wanita asal india yang bekerja sebagai pegawai salon kecantikan. Mandira adalah seorang janda yang mempunyai anak satu bernama sam. Benih-bernih cinta kepada mandira mulai tumbuh didalam hati Rizvan. Setelah berbagai cara di lakukan Rizvan untuk menaklukan hati Mandira, akhirnya mereka memutuskan untuk menikah. Pernikahan itu di tentang oleh adiknya karena Mandira beragama Hindu. Namun cinta sudah terlanjur melekat di hati mereka sehingga pernikaha tetap di laksanakan. Jadilah mereka pasangan rumah tangga yang berbeda keyakinan. sebagai bentuk rasa hormat kepada Rizvan dan tradisi yang ada di dalam masyarakat india, Mandira dan anak menambahkan kata ‘ Khan ‘ pada nama belakang mereka. Khan adalah nama sebuah marga / fam di india, mayoritas orang yang bermarga itu beragama islam. Setelah itu kehidupan keluarga mereka berjalan normal, keluarga khan menjalankan hubungan yang baik dengan tetangganya yang asli warga Amerika Serikat, terutama kepada sebuah keluarga yang kebetulan kepala kelurganya berprofesi sebagai wartawan. Anak dari keluarga itu yang bernama Resse menjadi teman baik sam.

Keharmonisan hubungan keluarga khan dengan lingkungan sekitar dan komunitas asli warga Amerika Serikat lainnya tiba-tiba berubah drastis setelah peristiwa peledakan WTC 11 september 2002. Sentimen terhadap islam mewabah di seantero Amerika serikat, stigma negatif selalu di lekatkan kepada umat muslim di sana, generalisasi bahwa muslim itu teroris membuat muslim tersudut dengan berbagai intimidasi. Hal tersebut juga di alami oleh keluaraga khan. mandira dan anaknya walaupun tetap beragama Hindu namun kata ‘khan’ yang ada di belakang namanya, membuat warga beranggapan bahwa mereka adalah muslim. Usaha salon yang baru dirintis mandira bangkrut, sementara sam di sekolah selalu mendapatkan hinaan. Bahkan teman dekat sam, Resse memutuskan persahabatan dengan sam akibat kebencian kepada muslim.Resse beranggapan bahwa orang-orang islam harus bertanggung jawab terhadap ayahnya yang meninggal di Afganistan ketika bertugas menjadi wartawan. Puncak tragedi atas intimidasi yang di alami keluarga Khan adalah meninggalnya sam, darah daging yang sangat di sayangi oleh mandira akibat di keroyok secara brutal oleh para remaja Amerika. Resse menjadi saksi mata atas kematian sahabatnya itu namun di ancam tutup mulut oleh mereka yang membunuh Sam.

kesedihan mandira atas kematian anaknya berubah menjadi kebencian kepada Risvan. Mandira dalam keadaan kalut menyesali pilihannya untuk menikah dengan Rizvan khan. karena Rizvan dengan marga khan-nya, yang identik dengan seorang muslim di anggap oleh mandira menjadi penyebab atas kematian anaknya itu.
Akhirnay Risvan di usir oleh mandira dan hanya boleh kembali jika ia dapat menjelaskan bahwa dirinya bukanlah teroris kepada Rakyat Amerika yang di jumpainya dan ada lagi syarat yang paling konyol di berikan mandira, Rizvan harus mengucapkan “Nama saya Rizvan dan saya bukan teroris” kepada Presiden Amerika serikat. Sungguh perkataan dari luapan emosi sesaat mandira namun di tanggapi serius oleh Rizvan yang lugu.setelah di usir, Rizvan berkelana sambil mencoba untuk menemui Presiden secara langsung. Perjalannya sampai ke wilayah wehelmina, Georgia. Disana ia bertemu dengan mama jenny dan anaknya joel seorang yang berbaik hati kepada Rizvan. Sementara di tempat yang lain mandira mencari siapa pembunuh anakya. Walaupun tersangka sulit di temukan karena saksi kuncinya Resse telah di ancam untuk tutup mulut. Suatu ketika Prediden akan menghadiri sebuh acara di salah satu kampus Amerika , Risvan tak menyia-nyiakan kesempatan itu, ia berada di tengah sekumpulan masa yang lain, tepat saat Presiden melintas di depannya , Rizvan berteriak “ nama saya Rizvan Khan dan saya bukan teroris” sialnya ada orang yang salah mendengar ,sehingga menjadi “……… saya teroris” tak pelak perkatan itu membuat panik orang-orang di situ terutama pasukan pengawal Presiden, Rizvan yang lugu menjadi kebingungan. ia seolah menjadi orang yang akan mengancam presiden dan harus di bekuk. Dengan sigap pengawal melumpuhkan Rizvan. Dan membawanya ke penjara . dalam insiden itu secara kebetulan ada seorang mahasisiwa keturunan india merekam peristiwa tersebut.

Didalam penjara, Rizvan terus menerus di interograsi. Aparat mencoba mencari keterkaitan rizvan dengan jaringan Al-Qaeda piminan Usamah Bin laden, Rizvan tak bisa menjawab apa-apa karena ia sendiri bingung mengapa ia masuk penjara dan tidak tahu menahu tentang Al-Qaeda. Aparat tak mendapatkan bukti apapun dalam keterlibatan Rizvan dengan jaringan teroris versi Amerika. Sebalikya di dapatkan rekaman telepon rizvan kepada kantor FBI yang berisi bahwa Rizvan melaporkan ada sekelompok orang yang berbahaya, yang berusah memprovokasi orang-orang untuk bertindak anarkis dengan dalil agama. Akhirnay rizvan di bebaskan. Mahasiswa yang merekam Rizvan saat berteriak di dekat Presiden berupaya melobi stasiun berita untuk melakukan investigasi dan mengenali siapakah sebenarnay Rizvan ? dan mengapa ia ngotot untuk bertemu presiden?

Sekeluarnya dari penjara, ia melihat di Televisi bahwa daerah wihelmina di terjang badai sangat parah, ia teringat akan keadaan mama jenny yang pernah di temuinya. Seketika itu pula ia kesana, dengan perjalan yang sangat berat ia tiba di wehelmina. ia membantu orang –orang yang terjebak di tegah badai, tak ada bantuan dari pemerintah karena akses untuk ke sana sangat sulit. Namun siapa sangka mahasiswa asal india dan beberapa wartawan yang memantau dan mengikuti Rizvan juga akhirnaya tiba di wihelmina untuk mewawancarai Rizvan. melihat ketulusan dan kegigihan Rizvan dalam membantu korban, Para wartawan berusaha meliput kegiataan Rizvan yang heroik itu dan menyiarkan ke stasiun berita-berita Amerika. Efeknya adalah Rizvan menjadi perhatian publik Amerika, ia menjadi buah bibir di mana-dimana, pengorbanan dan keberaniannya menjadi insprasi bagi orang lain dan ia menunjukan kepada Amerika, bahwa seorang muslim adalah orang yang baik dan penuh cinta kasih kepada sesama. Hal tersebut menggugah hati mandira dan ia menyesal telah mengusir Rizvan. Akhirnya mereka berjumpa kembali, namun pertemuan yang mengharukan tersebut tiba-tiba berubah saat seseorang dengan tiba-tiba menghujamkan belati ke rah Rizvan. Ia terkapar.. dan kritis.. Di saat yang bersamaan Amerika sedang melaksanakan Pemilihan Presiden yang baru.

Ternyata orang yang ingin membunuhnya adalah pengikut suatu kelompok yang pernah Rizvan adukan lewat telfon ke FBI. Orang itu sangat dendam dangan RIzvan. Operasi dilakukan dan hasilnya nyawa Rizvan dapat tertolong. Setelah itu Rizvan tetap bertekad ingin menemui Presiden Amerika yang baru ( dari warna kulit dan suaranya, seperti ingin memvisualkan sosok Presiden Barak obama). Akhirnya Rizvan dalam suatu kesempatan dapat bertemu dengan Presiden yang baru, ditengah ribuan warga. Sang Presiden berpidato di samping Rizvan dan ia memuji Rizvan sekaligus bersimpati kepada anaknya sam yang terbunuh karena alasan yang rasialis. Publik Amerika semakin mengenalnya dan dari peristiwa Yang di alami Rizvan perlahan kebencian dan sikap diskriminasi yang di alami muslim di Amerika mulai mereda.
Fim yang berdurasi sekitar dua jam setengah membawa pesan kemanusiaan yang dalam , bahwa cinta adalah sumber dari setiap kebaikan individu dan masyarakat. Persepsi dunia barat yang keliru tentang ajaran islam yang sesungguhnya sangat mengedepankan perdamaian. Membuat kebencian sebagian masyarakat dari Negara-negara barat yang tidak mendasar. Di film ini sakh rukh khan berperan sangat bagus, saya sendiri sebelumnya tidak terlalu suka dengan actor ini dan film2 india, akhirnya harus mengacungkan jempol untuk akting khan di film ini. Dan yang membuat film ini menarik dan enak di tonton adalah keberhasilan sang sutradara untuk menggabungkan unsur drama, humor, kemanusian dan politik menjadi satu paket yang menarik. Namun kelemahan film ini di mata saya adalah sang sutradara dan penulis scenario, dalam mengambarkan toleransi agama melabrak aturan di dalam islam : bahwa haram hukumnya menikah dengan orng yang berlainaan agama. Itu bukanlah aturan yang kolot namun di turunkan oleh sang Maha Kuasa untuk kebaikan manusia. Terlepas dari satu masalah yang controversial itu film ini layak untuk di tonton.

Senin, 01 Maret 2010

Berawal ketika saya menonton acara di sebuah stasiun swasta yg membahas taktik perang kota antara Hamas- israel di jalur Gaza. Sang narasumber berkata bahwa Hamas sengaja melakukan konfrontasi dengan israel demi tujuan politiknya yakni agar PBB dan dunia internasional bersimpati&memberikan bantuan dalm bentuk makanan & dana ke jalur gaza yg menjadi basis kekuatan Hamas,lebih lanjut sang narasumber yg juga mantan operator intelijen di zaman orde baru menuduh Hamas memanfaatkan Rakyat Gaza sbg tameng hidup& Hamas hanya bersembunyi di balik rakyat sipil, sungguh analisa yg ngawur !! Faktanya justru sebaliknya Pihak Israel lah yg memang sejak lama telah mempunyai rencana melakukan operasi besar-besaran(perang) untuk menumpas habis kekuatan Hamas di Gaza, jadi tidak tepat apabila dikatakan Hamas yg merekayasa perang di Gaza demi mendapatkan suplai bantuan dari dunia internasional.

Kemudian tuduhan bhwa Hamas berlindung di balik rakyat sipil dengan menjadikannya tameng hidup adalah tuduhan yg tidak mendasar. Hamas yg didirikan 14 Desember 1987 seiring dgn pecahnya inthifadah adalah kekuatan yg mendapat dukungan penuh dari rakyat palestina,ini terbukti saat Hamas memenangi pemilu di tahun 2006 menumbangkan dominasi Fatah. Pasukan tempur Hamas (Brigd. Izzudin Al Qassam) pun berasal dari rakyat sipil. Bila bnyak korban sipil yg jatuh Haruskah Hamas yg disalahkan? Bukankah israel sang penjajah yg melakukan penyerangan membabi buta yg menjadi sebab banyaknya rakyat sipil yg menjadi korban.bila kita berfikir dgn logika tak sulit untuk menyimpulkan bhwa Israel yg merasa malu & tersudut berusaha memutar balikin fakta dalm perang Gaza & menyebar opini yg keliru tentang Hamas.

Sabtu, 27 Februari 2010

Awas Propaganda Komunis : Mewaspadai Bangkitnya Komunis Di Indonesia

Saya terperanjat kaget saat tau bhwa ada akun di facebook yg menamakan dirinya partai komunis indonesia (PKI) Lebih kagetnya lagi setelah tahu bahwa jumlahnya tidak hanya satu tapi belasan. kenyaataan tersebut sangat memprihatinkan. di era reformasi ini dimana rakyat boleh mengemukakan pendapatnya & berekspresi seluas-seluasnyanya, namun pada beberapa hal ada aturan & norma2 di dalam tatanan negara yang harus tetap diperhatikan. Kita semua telah sepakat bahwa PKI adalah partai terlarang,dilarang karena ideologinya yg tidak sesuai dgn kepribadian bangsa, dilarang karena sejarah PKI yang kelam dan bersimbah darah dalam melaksanakan garis perjuangannya.

Mencoba untuk mengidupkan kembali PKI di negeri dengan mendistorsi sejarah amatlah berbahaya, kaum muda yg mungkin memahami sejarah secara parsial akan terkecoh.betul bhwa PKI adalah partai yg terang2n melawan penjajahan Belanda dgn melancarkan perlawan yg cukup heroik terhadap pemerintahan kolonial ( 1926-1927) namun kita juga jangan sampai lupa bahwa setelah kemerdekaan indonesia PKI Berusaha mengkomuniskan indonesia lewat propaganda dan aksi yg menghalalkan segala cara termasuk membunuh rakyat yang tidak bersalah & kudeta kepada pemerintahan yg sah. memang setelah Reformasi di gulirkan, penulisan kembali sejarah terutama sejarah yang di jadikan alat legitimasi kekuasaan orde baru, kembali marak dan mendapatkan apresiasi di tengah masyarakat, hal tersebut sangatlah menggembirakan karena sesungguhnya sejarah itu bersifat multidimensional dan multitafsir. termasuk mencari kebenaran siapakah yang menjadi dalang gerakan 30 September 1965 dan mengungkapkan peristiwa pembantaian anggota dan partisan PKI. Tidak ada larangan untuk menulis kembali sejarah dari berbagai perspektif yang berbeda, sebagai mana tidak ada larangan Mempelajari & mengkaji komunisme sbg salah satu ideologi. Akan tetapi mencoba mengorganisir menjadi sebuah gerakan apalagi gerakan politik jelas menyalahi aturan Hukum di indonesia. lagi pula ideologi komunis menurut pendapat saya telah kadaluarsa & terbukti tidak mampu membuat negara yg menganutnya menjadi sejahtera bahkan sebaliknya hancur secara ekonomi & moral seprti yang di alami uni soviet. ideologi ini seperti utopia, sulit untuk diterapakan pada masyarakat yang pluralistik.

Ditengah maraknya kembali ekstrim kiri (komunis) & ekstrim kanan ( liberal) maka Kita jangan terjebak pada dua kutub ekstrem tersebut, karena kita telah memiliki dasar negara yg jelas yg mampu menjadi ideologi 'jalan tengah' yang telah di wariskan oleh para founding father kita yakni PANCASILA

Jumat, 26 Februari 2010

History Of Batavia part I


Telah kita bahas sebelumnya tentang sejarah masuknya Bangsa Belanda (VOC) ke Batavia, kini sekarang kita akan membahas bagaimana Pemerintahan VOC melalui para Gubernur Jenderalnya mengatur Batavia. Bila kita berbicara tentang Kota Batavia maka tak bisa lepas dari tiga unsur penting yang menjadi kata kunci Yakni : VOC, Peraturan , dan penduduk. Pada bagian ini kita akan membahas tentang VOC. Mulai dari sejarah berdirinya kamar dagang tersebut, sampai siapa saja yang menjadi gubernur VOC beserta kisah-kisah menarik dari mereka. VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) di dirikan pada bulan maret 1602 dengan tujuan untuk menghindari adanya persaingan di antara sesama perusahaan dagang Belanda, selain itu VOC di bentuk untuk melakukan monopoli perdagangan terutama perdagangan rempah –rempah. Setahun setelah itu VOC telah membangun pusat perdangan di Banten, namun di rasakan tidak berkembang karena persaingan yang cukup ketat dengan inggris dan pedagang cina. Maka jayakarta (sunda kelapa) yang saat itu hanya menjadi pelabuhan kecil ,menjadi tempat yang dipilih VOC untuk Mengembangkan usahanya memonopoli Perdagangan dan mengusai serta menjadikan pusat pemerintahan.

Berikut ini nama –nama para Gubernur jenderal VOC

  1. Pieter Both, 1610-1614
  2. Gerard reynst, 1614-1615
  3. Laurens reael, 1616-1619
  4. Jan pieterszoon coen, 1616-1619
  5. Pieter de carpientier, 1 623-1627
  6. Jacques speczx, 1629-1632
  7. Hendrik Brouwer, 1632-1636
  8. Antonio van diemen , 1636-1645
  9. Cornelis van der lijn, 1645-1650
  10. Carel reyniersz, 1650-1653
  11. Joan maetsuycker , 1653-1678
  12. Rijkklof van Goens , 1678-1681
  13. Cornelis spelman, 1681-1684
  14. Jonnes camphuys, 1684-1691
  15. Willem van outhoorn , 1691-1704
  16. Joan van hoorn, 1704-1709
  17. Abraham van riebeeck , 1709-1713
  18. Christoffel van swoll , 1713-1718
  19. Henricus zwaardecroon, 1718-1725
  20. Mattheus de haan, 1725-1729
  21. Diederik durven, 1729-1732
  22. Dirk van colon , 1732-1735
  23. Abraham patras, 1735-1737
  24. Adrian valckeneir , 1737-1741
  25. Johannes thedens, 1741-1743
  26. Gustaaf willem baron von imhoff, 1743-1750
  27. Jacob mosel, 1750-1761
  28. Poetrus albertus van der parra, 1761-1775
  29. Jeremias van riemsdijk, 1775-1777
  30. Reyner de klerk , 1777-1780
  31. Willem Arnold alting 1780-1797
  32. Pieter gerardus van overstraten 1797-1801



Sekilas Tentang Awal Masuknya Koloni Belanda Ke Indonesia


Bukti tertua mengenai eksistensi pemukiman penduduk yang sekarang bernama Jakarta adalah yang tertanam di desa Batu Tumbuh, Jakarta Utara. Prasasti terebut berkaitan dengan 4 prasasti lain yang berasal dari zaman kerajaan Hindu, Tarumanegara ketika diperintah oleh Raja Purnawarman. Berdasarkan Prasasti Kebon Kopi, nama Sunda Kalapa (Sunda Kelapa) sendiri diperkirakan baru muncul abad sepuluh.

Pemukiman tersebut berkembang menjadi pelabuhan, yang kemudian juga dikunjungi oleh kapal-kapal dari mancanegara. Hingga kedatangan orang Portugis, Sunda Kalapa masih Prasasti Tugu Bukti tertua mengenai eksistensi pemukiman penduduk yang sekarang bernama di bawah kekuasaan kerajaan Hindu lain, Pakuan Pajajaran. Sementara itu, Portugis telah berhasil menguasai Malakka, dan tahun 1522 Gubernur Portugis d'Albuquerque mengirim utusannya, Enrique Leme yang didampingi oleh Tome Pires untuk menemui Raja Sangiang Surawisesa. Pada 21 Agustus 1522 ditandatangani perjanjian persahabatan antara Pajajaran dan Portugis. Diperkirakan, langkah ini diambil oleh Raja Pakuan Pajajaran guna memperoleh bantuan dari Portugis dalam menghadapi ancaman kerajaan Islam Demak, yang telah menghancurkan beberapa kerajaan Hindu, termasuk Majapahit. Namun ternyata perjanjian ini sia-sia saja, karena ketika diserang oleh Kerajaan Islam Demak, Portugis tidak membantu mempertahankan Sunda Kalapa.

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, pelabuhan Sunda Kalapa diserang oleh tentara Demak yang dipimpin oleh Fatahillah, dan jatuh pada 22 Juni 1527, dan setelah berhasil direbut, namanya pun diganti menjadi Jayakarta. Setelah Fatahillah berhasil mengalahkan dan mengislamkan Banten, Jayakarta berada di bawah kekuasaan Banten, yang kini menjadi kesultanan. sehingga penetapan hari jadi Jakarta pada tanggal 22 Juni , menjadi kontroversial karena dari berbagai prasasti, telah terbukti bahwa Sunda Kalapa telah ada sejak abad 10. Alasan lainya adalah Bahwa penaklukan kota jayakarta dilakukan oleh orang yang notabene nya berasal dari luar jayakarta (Fatahillah berasal dari pasai). Keberhasilan Kesultanan Banten mengusir Bangsa asing tidak terulang ketika pasukan yang di pimpin Pangeran Wijaya Krama tidak mampu menghadapi tentara VOC (Belanda), ia terpaksa mundur pada Tanggal 30 mei 1619 dan kota jayakarta

Ketika Jan Pieterszoon Coen menjadi Gubernur Jenderal (1618 – 1623), ia mendirikan lagi bangunan serupa Nassau Huis yang dinamakan Mauritius Huis, dan membangun tembok batu yang tinggi, di mana ditempatkan beberapa meriam. Tak lama kemudian, ia membangun lagi tembok setinggi 7 meter yang mengelilingi areal yang mereka sewa, sehingga kini benar-benar merupakan satu benteng yang kokoh, dan mulai mempersiapkan untuk menguasai Jayakarta. Dari basis benteng ini pada 30 Mei 1619 Belanda menyerang tuan rumah, yang memberi mereka izin untuk berdagang, dan membumihanguskan keraton serta hampir seluruh pemukiman penduduk. Berawal hanya dari bangunan separuh kayu, akhirnya Belanda menguasai seluruh kota, dan kemudian seluruh Nusantara. Semula Coen ingin menamakan kota ini sebagai Nieuwe Hollandia, namun de Heeren Seventien di Belanda memutuskan untuk menamakan kota ini menjadi Batavia, untuk mengenang bangsa Batavir, yaitu bangsa Germania yang bermukim di tepi Sungai Rhein yang kini dihuni oleh orang Belanda. Dan nama Batavia ini digunakan oleh Belanda selama lebih dari 300 tahun. Dengan demikian, Batavia (Sunda Kalapa, Jayakarta, Jakarta) adalah jajahan Belanda pertama di Nusantara. Entah sejak kapan, penduduk di kota Batavia dinamakan –atau menamakan diri- orang Betawi, yang mengambil nama dari Batavia tersebut. Dilihat dari sejarah dan asal-usulnya, jelas penamaan ini keliru. Tanggal 30 Mei 1619 dapat ditetapkan sebagai awal penjajahan Belanda di bumi Nusantara, yang berakhir tanggal 9 Maret 1942, yaitu dengan resmi menyerahnya Pemerintah India Belanda kepada Jepang di Kalijati, Subang, Jawa Barat.
(tentu bukan berarti, sejak saat itu Belanda yang diwakili oleh VOC telah menjajah seluruh kepulauan Nusantara. 30 Mei 1619 adalah awal dari hasrat Belanda/VOC untuk menguasai Nusantara)

Pembantaian oleh Belanda di Pulau Banda. Hongi Tochten

Tidak lama setelah kedatangan mereka di Maluku, para pedagang Belanda melakukan cara-cara yang kejam untuk menguasai wilayah yang sangat banyak memberi kenguntung bagi mereka, seperti yang dilakukan oleh Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen terhadap pulau Banda pada tahun 1621 (lihat: Willard A. Hanna, "Indonesian Banda", Colonialism and its Altermath in the Nutmeg Islands, Yayasan Warisan dan Budaya Banda Neira, Maluku, 1991, Reprint). Dari Batavia, dia membawa armada yang terdiri dari 13 kapal besar, tiga kapal pengangkut perlengkapan serta 36 kapal kecil. Pasukannya terdiri dari 1.655 orang Eropa (150 meninggal dalam perjalanan) dan diperkuat dengan 250 orang dari garnisun di Banda. Ini adalah kekuatan terbesar yang dikerahkan Belanda pada waktu itu ke wilayah Maluku, sehingga tidak diragukan lagi keberhasilannya. 286 orang Jawa dijadikan pengayuh kapal. Selain itu terdapat 80 – 100 pedagang Jepang; beberapa diantaranya adalah pendekar Samurai yang kemudian berfungsi sebagai algojo pemenggal kepala. Ini merupakan kerjasama pertama antara Belanda dan Jepang dalam penjajahan di Indonesia.

Dalam waktu singkat, perlawanan rakyat Banda dapat dipatahkan oleh tentara Belanda. Penduduk kepulauan Banda yang tidak tewas, ditangkap dan mereka yang tidak mau menyerah kepada Belanda, melompat dari tebing yang bekerjasama dengan Belanda dijatuhi hukuman mati yang segera dilaksanakan. Mengenai pelaksanaan eksekusi terhadap pimpinan rakyat Banda pada 8 Mei 1621, Letnan (Laut) Nicholas van Waert menulis :
"… Keempat puluh empat tawanan dibawa ke Benteng Nassau, delapan Orang Kaya (pemuka adat di Banda) dipisahkan dari lainnya, yang dikumpulkan seperti domba. Dengan tangan terikat, mereka dimasukkan ke dalam kerangkeng dari bambu dan dijaga ketat. mereka dituduh telah berkonspirasi melawan Tuan Jenderal dan telah melanggar perjanjian perdamaian.
Enam serdadu Jepang melaksanakan eksekusi dengan samurai mereka yang tajam. Para pemimpin Banda dipenggal kepalanya kemudian tubuh mereka dibelah empat. Setelah itu menyusul 36 orang lainnya, yang juga dipenggal kepalanya dan tubuhnya dibelah empat. Eksekusi ini sangat mengerikan untuk dilihat. Semua tewas tanpa mengeluarkan suara apa pun, kecuali satu orang yang berkata dalam bahasa Belanda "Tuan-tuan, apakah kalian tidak mengenal belas kasihan", yang ternyata tidak ada gunanya.
Kejadian yang sangat menakutkan itu membuat kami menjadi bisu. Kepala dan bagian-bagian tubuh orang-orang Banda yang telah dipotong, ditancapkan di ujung bambu dan dipertontonkan. Demikianlah kejadiannya: Hanya Tuhan yang mengetahuisiapayang benar.
Kita semua, sebagai yang menyatakan beragama Kristen, dipenuhi rasa kecemasan melihat bagaimana peristiwa ini berakhir, dan kami merasa tidak sejahtera dengan hal ini
..".

Laporan ini dikutip oleh Willard A. Hanna dari "De Verovering der Banda-Eilanden," Bijdragen van het Koninklijke Institut voor de Taal-, Land-, en Volkenkunde van Nederlandsch-Indie, Vol. II (1854), hlm. 173. Laporan ini semula beredar secara anonim di Belanda, namun cendekiawan Belanda yang terkenal, H.T. Colenbrander menghubungkan ini dengan salah seorang perwira dari Gubernur Jenderal Coen, yaitu Nicholas van Waert tersebut.Para pengikut tokoh-tokoh Banda beserta seluruh keluarga mereka dibawa dengan kapal ke Batavia untuk kemudian dijual sebagai budak. Jumlah seluruh warga Banda yang dibawa ke Batavia adalah 883 orang terdiri dari 287 pria, 356 perempuan dan 240 anak-anak. 176 orang meninggal dalam perjalanan. Banyak di antara mereka yang meninggal karena siksaan, kelaparan atau penyakit. Demikianlah pembantaian massal pertama yang dilakukan oleh Belanda di Bumi Nusantara. Kekejaman Belanda tidak terbatas terhadap pribumi di Maluku, melainkan juga terhadap para pesaing mereka, dalam hal ini orang-orang Inggris. Persaingan antara Belanda dan Inggris untuk menguasai rempah-rempah di Maluku mencapai puncaknya pada tahun 1623, dua tahun setelah pembantaian rakyat Banda, di mana para pedagang Inggris juga dibantai oleh serdadu bayaran VOC. Para pedagang Inggris tersebut dibunuh secara kejam oleh Belanda; leher mereka disembelih seperti anjing, sebagaimana diungkapkan oleh Laurens van der Post (lihat: Laurens van der Post: "The Admiral's Baby", John Murray, London, 1996.):
"… It was on Ambon in 1623 that the Dutch slaughtered the English traders they found there, cutting their throats like dogs …"

Secara perlahan-lahan, Belanda menyingkirkan pesaing-pesaing perdagangan mereka dari Eropa, yaitu Portugis, Spanyol dan Inggris, dan dengan demikian berhasil memegang monopoli atas perdagangan rempah-rempah dari wilayah Maluku ke Eropa. Para penguasa setempat yang tidak bersedia memenuhi keinginan VOC disingkirkan dengan segala cara, dan kemudian diganti dengan Raja, Sultan atau penguasa lain yang patuh kepada Belanda. Dengan cara ini VOC dapat memaksa penguasa setempat untuk membuat kebijakan dan peraturan yang sangat menguntungkan VOC, namun merugikan rakyat setempat. Para penguasa boneka Belanda, disamping memperoleh "kekuasaan", juga mendapat keuntungan materi. Dengan mereka, VOC membuat perjanjian yang dinamakan "kontrak extirpatie", yaitu menebang dan memusnahkan semua pohon cengkeh dan pala di wilayahnya, dan tidak mengizinkan rakyat mereka untuk menanam kembali dan memelihara pohon rempah-rempah tersebut. Sebagai imbalannya, para penguasa memperoleh uang sebagai pengganti kerugian yang dinamakan recognitie-penningen.Di bawah Gubernur Jenderal Mattheus de Haan (1725 – 1729) dan kemudian dilanjutkan oleh Diederik Durven (1729 – dipecat tahun 1732) dilakukan extirpartie secara besar-besaran, guna menjaga agar harga rempah-rempah tetap tinggi. Untuk melaksanakan extirpatie tersebut, setiap tahun VOC melakukan pelayaran hongi atau "Hongi tochten", yaitu armada yang terdiri dari sejumlah kora-kora, kapal tradisional Ternate-Tidore.Menurut catatan statistik Kompeni, sebagai hasil extirpatie dari Hongi tochten yang hanya berlangsung satu tahun, yaitu dari 10 Desember 1728 sampai 17 Desember 1729 telah dimusnahkan lebih dari 96.000 pohon dan dari 14 Juli 1731 sampai 27 Juli 1732 telah habis dimusnahkan 117.000 pohon rempah-rempah di Pulau-Pulau Makian, Moti, Weda, Maba dan Ternate.

Pembantaian Etnis (Genocide) Tionghoa di Batavia

Kekejaman bangsa Belanda tidak hanya dirasakan oleh rakyat jajahannya atau pesaing-pesaing mereka dari Eropa saja, melainkan juga dirasakan oleh etnis Tionghoa yang ada di Batavia, sebagaimana dilakukan oleh Adriaen Valckenier, yang menjadi Gubernur Jenderal India Belanda dari tahun 1737 – 1741. Selain melanjutkan budaya korupsi dan penindasan serta eksploitasi rakyat jajahannya, Valckenier juga menilai, peningkatan yang sangat pesat jumlah orang Tionghoa yang ada di Batavia telah menjadi ancaman bagi orang Belanda. Sebenarnya pada mulanya Belanda mendatangkan orang-orang Tionghoa dari Tiongkok ke India Belanda terutama untuk menjadi kuli di perkebunan. Namun banyak dari mereka yang berhasil menjadi pedagang, pengusaha dan rentenir uang, dengan kedudukan sebagai lapisan menengah yang berfungsi sebagai perantara antara orang Eropa dan pribumi. Sekitar tahun 1690, penguasa VOC mencoba mulai membatasi masuknya orang Tionghoa ke Batavia/Jawa, namun tidak berhasil, karena adanya kolusi antara para pengusaha yang terus mendatangkan kuli dari Tiongkok dan pejabat administrasi VOC yang menerima suap. Para pengusaha Belanda juga memperoleh manfaat dengan adanya kuli murah, rajin dan patuh, dibandingkan dengan pribumi yang sering membangkang, melawan dan bahkan melakukan pemberontakan ( kondisi ini di karenakan kesultanan Banten dan Mataram selalu berupaya merebut kembali Batavia). Orang cina memang di butuhkan dalam kehidupan kota.

Sudah sejak dasawarsa pertama abad ke -18 pendatang cina semakin meningkat jumlahnya. Misalnya di tahun 1695 pemukim cina di dalam kota ada 3.679 di luar kota (Ommelanden) ada 4395 orang . tahun 1739 jumlah seluruh orang cina yang ada di Batavia ada 11.641. dari jumlah itu 4119 orang tinngal di dalam tembok kota, sedangkan jumlah yang lebih besar terdapat di ommelanden yaitu berjumlah 10575. Jumlah orang cina yang melampaui sepuluh ribu sudah pasti akan sulit di awasi , apalagi mereka kebanyakan berada di luar tembok kota. Tahun 1740, separuh penduduk di Batavia dan sekitarnya adalah orang Tionghoa. Mereka juga telah menguasai berbagai bidang ekonomi dan usaha, yang menjadi ancaman bagi orang-orang Belanda dan Eropa lainnya, karena dengan adanya pesaing etnis Tionghoa, keuntungan mereka menjadi sangat berkurang. Salah satu bidang usaha yang dikuasai oleh etnis Tionghoa adalah perkebunan tebu di sekitar Batavia.

Tahun 1740, pasar gula mengalami kemerosotan karena selain adanya persaingan dari Brasilia yang menjual gula lebih murah, juga pasar di Eropa telah jenuh. Puluhan pedagang gula mengalami kebangkrutan dan harus memberhentikan kuli-kuli mereka dari Tiongkok. Pengangguran besar-besaran yang mendadak ini memunculkan kelompok-kelompok yang menjurus kepada gang (komplotan) kriminal. Gang-gang tersebut juga tidak segan-segan untuk melakukan tindak kekerasan, sehingga menimbulkan keresahan di kalangan orang-orang Belanda dan Eropa lainnya.Para penguasa VOC kemudian mulai mengambil langkah-langkah untuk mengatasi hal ini, dengan mendeportasi kuli-kuli dari Tiongkok tersebut ke Ceylon dan Afrika Selatan, yang juga koloni VOC waktu itu. Deportasi dengan kapal laut ini dimulai pada bulan Juli 1740. Tak lama setelah dimulainya deportasi kuli-kuli Tionghoa ke Ceylon, muncul desas-desus, bahwa kuli-kuli itu dibunuh dan kemudian dilemparkan ke laut. Terpancing dengan isu tersebut, banyak kuli Tionghoa mempersenjatai diri mereka dan mulai mengadakan perlawanan, dan bahkan merencanakan akan menyerang Batavia. Tanggal 8 Oktober malam, suasana di Batavia sangat mencekam, karena diberitakan, bahwa orang-orang Tionghoa di dalam kota Batavia akan bergabung dengan warga Tionghoa dari sekitar Batavia.

Pada 9 Oktober 1740 Gubernur Jenderal Valckenier mengeluarkan perintah untuk menggeledah 5.000 keluarga Tionghoa yang tinggal di lingkungan benteng Batavia dan sekitarnya. Namun yang terjadi dalam 3 hari kemudian adalah pembantaian terhadap semua orang Tionghoa di Batavia. Setiap orang Tionghoa yang ditemui langsung dibunuh, dan bahkan yang berada di rumah sakit juga dibantai (lihat: Vermeulen, J.Th., De Chineezen Turbulenten te Batavia, 1938). Georg Bernhard Schwarz, seorang Jerman yang berasal dari Remstal, dekat Stuttgart, Jerman, pada 1751 dalam tulisan yang diterbitkan di Heilbronn, Jerman, dengan judul "Merkwürdigkeiten" menuturkan pengalamannya ketika ia ikut dalam pembantaian etnis Tionghoa di Batavia. Ia menuliskan, bahwa ia membunuh orang Tionghoa beserta seluruh keluarganya di Batavia, yang adalah tetangganya sendiri, walaupun mereka sebenarnya adalah kenalan baik dan tidak mempunyai masalah pribadi satu dengan lainnya. (lihat: Seemann, Heinrich, Spuren einer Freundschaft. Deutsch – Indonesische Beziehungen vom 16. bis 19. Jahrhundert. Cipta Loka Caraka, Jakarta, 2000).

Diperkirakan sekitar 24.000 orang etnis Tionghoa yang tewas dibantai oleh orang-orang Belanda dan Eropa lainnya pada bulan Oktober 1740. Dari sisa yang hidup, banyak yang melarikan diri ke Jawa Tengah dan bergabung dengan kelompok pemberontak di bawah pimpinan Raden Mas Said. Mereka kemudian menyerang pos pertahanan Belanda di Semarang dan Rembang. Sebagian lagi melarikan diri ke Kalimantan Barat. Ini merupakan pembantaian etnis (genocide) terbesar pada waktu itu, dan ketika berita ini sampai di Eropa, hal ini sangat memalukan bangsa Belanda yang bertepuk dada sebagai penganut ajaran Kristen yang taat, namun bukan saja melakukan perbudakan, melainkan juga pembantaian etnis secara massal. Gubernur Jenderal Valckenier dan Wakil Gubernur Jenderal Baron von Imhoff saling menyalahkan atas terjadinya genocide tersebut. Valckenier sendiri kemudian dipanggil pulang dan meninggal ketika dalam tahanan. Setelah Valckenier dipanggil pulang tahun 1741, jabatan Gubernur Jendral untuk sementara dipegang oleh Johannes Thedens, sebelum diganti oleh Gustaf Wilhelm Baron van Imhoff (1743 – 1750), yang adalah orang Jerman. Masalah pembantaian etnis Tionghoa yang sangat mencoreng wajah Belanda, berhasil ditutup-tutupi dan kemudian hilang begitu saja. Tak ada satu orang pun dari pelaku pembantaian yang dimajukan ke pengadilan.

Di Den Haag, Belanda, sejak Januari 2003 International Criminal Court – ICC (Pengadilan Kejahatan Internasional) memulai kegiatannya, dan Menlu Belanda waktu itu, van Aartsen menyatakan, bahwa dengan demikian "Den Haag is the capital of international justice." (Den Haag adalah pusat keadilan dunia), karena sebelumnya di Den Haag juga terdapat Intenational Court of Justice. Dalam Statuta Roma yang menjadi landasan dari ICC disebutkan, bahwa kejahatan tertinggi adalah pembantaian etnis (genocide), dan setelah itu, kejahatan terbesar kedua adalah Kejahatan Atas Kemanusiaan (crimes against humanity).Ironis sekali, bahwa di negara yang telah melakukan kejahatan terbesar, genocide, dan kejahatan atas kemanusiaan, yaitu perbudakan, pembantaian massal seperti di Sulawesi Selatan dan Rawagede, menjadi tempat kedudukan lembaga-lembaga peradilan internasional, dan Menlunya bertepuk dada, seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa di masa lalu. Satu bangsa yang mengalami amnesia dan pengingkaran kolektif!

Runtuhnya VOC. Penjajahan Pemerintah India-Belanda

Sejak tahun 1780-an terjadi peningkatan biaya dan menurunnya hasil penjualan, yang menyebabkan kerugian perusahaan dagang tersebut. Hal ini disebabkan oleh korupsi, kolusi dan nepotisme yang dilakukan oleh para pegawai VOC di Asia Tenggara, dari pejabat rendah hingga pejabat tinggi, termasuk para residen. Misalnya beberapa residen Belanda memaksa rakyat untuk menyerahkan hasil produksi kepada mereka dengan harga yang sangat rendah, dan kemudian dijual lagi kepada VOC melalui kenalan atau kerabatnya yang menjadi pejabat VOC dengan harga yang sangat tinggi.Karena korupsi, lemahnya pengawasan administrasi dan kemudian konflik dengan pemerintah Belanda sehubungan dengan makin berkurangnya keuntungan yang ditransfer ke Belanda karena dikorupsi oleh para pegawai VOC di berbagai wilayah, maka kontrak VOC yang jatuh tempo pada 31 Desember 1979 tidak diperpanjang lagi dan secara resmi dibubarkan tahun 1799. Setelah dibubarkan, plesetan VOC menjadi Vergaan Onder Corruptie (Hancur karena korupsi).

Setelah VOC dibubarkan, daerah-daerah yang telah menjadi kekuasaan VOC, diambil alih –termasuk utang VOC sebesar 134 juta gulden- oleh Pemerintah Belanda, sehingga dengan demikian politik kolonial resmi ditangani sendiri oleh Pemerintah Belanda. Yang menjalankan politik imperialisme secara sistematis, dengan tujuan menguasai seluruh wilayah, yang kemudian dijadikan sebagai daerah otonomi yang dinamakan India-Belanda (Nederlands-Indië) di bawah pimpinan seorang Gubernur Jenderal. Gubernur Jenderal VOC terakhir, Pieter Gerardus van Overstraten (1797 – 1799), menjadi Gubernur Jenderal Pemerintah India-Belanda pertama (1800 – 1801).


Inspirasi Hari Ini

Tak selamanya rentang waktu menjadi siklus kehidupan. Tidak selalu roda kehidupan itu berputar. Ada manusia yang sepanjang hidupnya tak mampu beranjak dari kekurangan materi dan penderitaan duniawi. Namum mereka tetap tegar menjalani alur takdirnya , beralaskan syukur , berhiaskan Qona'ah . subhanallah…

Perubahan di mulai oleh oranng -orang cerdas, di lakukan oleh mereka yang ikhlas dan di menangkan oleh umat yang pemberani.

Orang biasa hanya 'mengisi ' waktu, Orang luar biasa 'Memanfaatkan' waktu. ( beda kan ?)

Rabu, 10 Februari 2010


Judul buku : Dasar cina lu ! melawan sentimen rasis
Penulis : suryadi
Penerbit : lembar kalam

Mei 1998, adalah hari yang dramatis bagi sejarah Bangsa Indonesia. diawali dengan krisis ekonomi global yang menghantam berbagai negara termasuk indonesia yang beimbas langsung pada masyarakat dengan naiknya harga kebutuhan diikuti dengan krisis kepercayaan terhadap pemimpin (baca:soeharto) membuat akumulasi kemarahan masyarakat semakain memuncak. akibatnya, jakarta dan diberbagai kota besar lainnya memanas, sekolompok masa yang tak terkendali membakar gedung, fasilitas umum maupun pribadi dan menjarah tempat-tempat yang menjadi pusat pertokoan dan perbelanjaan. masyarakat kita yang terkenal dengan keramahan serta toleransi seketika berubah akibat ulah provokasi dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Huru- hara mei sarat dengan nuansa sentimen terhadap etnis tertentu, suatu etnis yang memang sejak dahulu menjadi korban rasisme dari mulai kebijakan hingga tindak kekerasan (bahkan pembunuhan masal seperti yang pernah terjadi pada masa pemerintahan kolonial Belanda). suatu etnis yang disatu sisi dibenci oleh sekolompok kalangan namun disisi lain dibutuhkan. suatu etnis yang konon menguasai denyut nadi perekonomian bangsa. kita menyebutnya "Orang Cina" dan bagi mereka yang tidak suka dengan keberadaanya sering mencela dengan ucapan : "Dasar cina lu..". ucapan yang mungkin saja sangat familiar kita dengar yang merupakan bentuk verbal dari sentimen rasis.

Buku yang di tulis Suryadi jelas berupaya untuk memberikan 'ruang yang luas' tentang etnis cina di Indonesia. ruang atau pemahaman sebagain masyarakat yang selama ini terasa begitu sempit bila berbicara tentang etnis cina, kondisi tersebut diperparah dengan berbagai kebijakan pemerinta baik pusat maupun daerah yang diskriminatif, tak pelak pertemuan antara kedua variabel tersebut melahirkan sentimen yang berkepanjangan dari masa ke masa. sejatinya sejak berdirinya Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) 17 agustus 1945 seketika itulah seluruh etnis dan suku bangsa menjdi satu kesatuan di dalam rumah besar yang berbentuk negara. tak ada lagi primordialisme yang berlebihan yang ada hanya kebanggaan menjadi bagian dari Bangsa Indonesia. etnis cina di indonesia seperti etnis yang lainnya mempuanyai sejarah yang cukup panjang, nenek moyang kita telah melakukan interaksi dengan bangsa cina lewat kerjasama dalam bidang perdagangan, politik bahkan militer di masa berdirinya kerajaan-kerajaan di nusantara, diantara mereka ada yang tinggal menetap dan menikah dengan orang pribumi dan melahirkan keturunan yang kemudian menjadi bagian dari penduduk indonesia. komunitas warga keturunan tionghoa tersebar di berbagai daerah mulai dari palembang sampai ke semarang.
Di dalam buku ini anda akan di ajak untuk menelusuri komunitas-komunitas cina dengan berbagai ciri khas yang dimiliki setiap komunitas dan bagaimana upaya mereka dalam proses pembauran dengan pribumi. selain itu, buku ini membahas isu kesetaraan hak dan kewajiban bagi setiap warga negara di depan hukum termasuk bagi etnis keturunan tionghoa dan bagaimana upaya dari pemerintah pasca runtuhnya rezim orde baru untuk memberikan kebebasan berekpresi dalam bidang , politik, ekonomi dan kebudayaan.


Blogger Templates by Isnaini Dot Com. Powered by Blogger and Supported by Urban Designs